Keadilan
OPINI KEADILAN
Ke-Adil-an-Adil-an merupakan suatu konsep yang bersifat Filosofis atau Etis. Inti dari keadilan adalah distribusi Hak dan Kewajiban yang di atur dalam konsep persamaan dan timbal Balik (Emha Ainun Nadjib). Menurut KBBI Keadilan adalah Sifat (Perbuatan, Perlakuan dan Sebagainya) yang adil. Kata Ke-Adil-an Berasal dari Kata Adil yaitu artinya sama berat, tidak memihak, tidak berat sebelah.
Dalam kehidupan Ber-Masyarakat dan Ber-Negara harus mematuhi terhadap tata kesepakatan yang telah terwujud menjadi aturan yang akan Mereorientasikan kehidupan yang penuh akan keadilan dalam Ber-Masyarakat serta Ber-Negara, sehingga bisa mendatangkan Perdamaian antar seksama dan menciptakan Kesejahterahan. Setiap manusia sebagai makhluk sosial pasti memiliki sebuah ideologi. Sebuah pemikiran yang melandasi tata hidup dan pola fikir, sehingga tercipta Ke-harmonisan dengan sesama. Semakin tertata dan teraturnya pola hidup seseorang, akan semakin baik pula sistem hidup orang tersebut.
Sebagai sebuah bangsa dan negara yang memiliki ideologi yang berasaskan Pancasila serta memiliki landasan yang kuat karena tersusun dari berbagai aspek dasar kehidupan. Pancasila yang memilki sila, Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah satu kunci yang berlandaskan hukum atau norma yang berlaku di masyarakat Indonesia.
Seperti Nilai yang terkandung dalam Sila Ke-V yaitu keadilan sosial. Keadilan Sosial ialah sifat masyarakat adil dan makmur berbahagia untuk semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penghisapan, bahagia material dan bahagia spritual, lahir dan batin. Istilah adil menunjukkan bahwa orang harus memberi kepada orang lain apa yang menjadi haknya dan tahu mana haknya sendiri serta tahu apa kewajibannya kepada orang lain dan dirinya. Sosial berarti tidak mementingkan diri sendiri saja, tetapi mengutamakan kepentingan umum, tidak individualistik dan egoistik, tetapi berbuat untuk kepentingan bersama. Maka di dalam sila Ke-V tersebut terkandung nilai Keadilan didasari oleh hakekat keadilan manusia yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya.
Banyaknya kasus-kasus yang beredar di Siaran TV, Media Sosial dan lain sebagainya, seperti kasus Tawuran, Bullying, Pelarangan menjalankan suatu aritual keagamaan, pencurian sandal jepit oleh bocah 15 tahun, pencurian beras oleh seorang nenek, serta yang terbaru adalah Hate Speech yang disinyalir dapat Membunuh Hak kebebasan Bersuara dan Berpendapat menandakan bahwa Negara Belum Mampu menjamin Keadilan bagi seluruh rakyatnya. Telah menjadi rahasia umum pula bahwa hukum di Negara ini berpegang pada logika "Mereka yang memiliki uang yang menang serta mereka yang memiliki uang yang tenang" sehingga menyebabkan "Hukum Runcing Kebawah dan Tumpul Keatas".
Dalam menjalankan keadilan itu manusia juga di junjung dengan adanya Hak Asasi Manusia. HAM itu sendiri didapat sejak didalam kandungan tepatnya 3bulan. Maka dari itu setiap manusia harus menghormati HAM dan menjunjungnya.
Hak Asasi Manusia yang sering dilanggar oleh negara maupun kelompok individu yaitu perlakuan yang sama di depan hukum. Pasal 28D ayat 1 berbunyi, "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum." Menurut saya, di Indonesia masih banyak badan hukum yang memberikan perlakuan berbeda antar satu orang dengan yang lain. Para penguasa atau orang orang yang seharusnya memiliki tugas memberikan perlindungan dan kepastian hukum masih mengedepankan masalah harta. Orang yang bersalah namun memiliki uang bisa membeli perlindungan hukum, sedangkan orang kecil yang menjadi korban hanya dipandang sebelah mata.
Contoh kasus pelanggaran HAM dalam hal ketidakadilan di hadapan hukum yaitu kasus Trisakti-Semanggi yang terjadi pada bulan Mei tahun 1998. Kasus ini bermula dari kegoyahan ekonomi Indonesia yang terpengaruh krisis keuangan Asia sepanjang 1997-1998. Banyak perusahaan tutup, nilai rupiah jatuh terhadap dollar (awalnya nilai 1 dolar kira kira Rp2000 menjadi Rp10000), hutang negara semakin tinggi dan gagal untuk membayar, PHK terjadi di mana-mana. Rezim Orde Baru menjadi sasaran kemarahan. Mahasiswa turun ke jalan, menuju ke gedung DPR/MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.
Empat mahasiswa Trisakti tewas dalam kasus ini. Namun tragedi Trisakti hanya berujung pada pengadilan sejumlah aparat Brimob. Masing-masing mereka dihukum 34 bulan penjara. Pangkat paling tinggi di antara mereka adalah Iptu. Tak ada perwira tinggi yang tersentuh. 16 Tahun tragedi Trisakti berlalu, tapi kasus pelanggaran HAM yang ada di Kejaksaan Agung masih belum ditindaklanjuti. Hal ini mencerminkan bentuk ketidakadilan antara rakyat biasa dan para perwira tinggi yang terlibat dalam kasus tersebut.
Tentu bentuk HAM tersebut sangat penting untuk dijamin penegakannya karena hal ini berpengaruh terhadap cara pandang masyarakat mengenai badan hukum yang ada di Indonesia. Apabila badan hukum tersebut menggunakan sistem yang mendahulukan uang, maka masyarakat tidak akan menaruh kepercayaan terhadap badan hukum tersebut. Masyarakat akan mulai main hakim sendiri, misalnya jika ada pencuri sepeda motor yang tertangkap basah oleh warga, pencuri tersebut langsung diamuk massa sampai tewas tanpa adanya proses hukum yang berlaku. Hal ini karena jika harus melewati jalur hukum, kasus yang diproses menjadi rumit, terkesan bertele-tele, dan harus menggunakan uang lebih sebagai pelicin.
Perlindungan, pemajuan, serta pemenuhan terhadap HAM tersebut sangat perlu untuk dilakukan. Semua orang berhak atas perlindungan hukum, kepastian hukum, dan perlakuan yang sama di depan hukum. Orang-orang yang berada di lapisan menegah kebawah yang seharusnya mendapat perlindungan lebih di dalam hukum. Sehingga ada suatu tempat bagi masyarakat sebagai sandaran untuk memperjuangkan haknya. Apabila penegakan hukum sudah dapat terlaksana dengan baik maka hal ini juga akan sesuai dengan sila Pancasila yang ke-2, yaitu "kemanusiaan yang adil dan beradab".
Untuk mengurangi pelanggaran HAM tentang ketidakadilan hukum, dapat diselesaikan melalui mekanisme Peradilan HAM Ad Hoc, yaitu suatu pengadilan yang bersifat tidak permanen dan pembentukannya sejak semula dimaksudkan hanya untuk sementara waktu dan untuk menangani peristiwa tertentu. Peran Jaksa Agung yang berani bertindak dan berpegang teguh pada undang-undang juga sangat menentukan.
Selain pada pemerintahan, masyarakat juga harus mengerti tentang keadilan hukum. Masyarakat umum sebaiknya diberi sosialisasi tentang perlindungan hukum dan segala bentuknya. Dengan hal ini diharapkan masyarakat bisa memahami bentuk-bentuk hukum yang berlaku dan tidak lagi disepelekan haknya oleh orang lain. Seluruh warga negara Indonesia wajib menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia sehingga bangsa Indonesia bisa bersatu
Komentar
Posting Komentar